Migrasi Internasional



RENNY CANDRADEWI 

Sejak tahun 1970, bahkan sejak perekonomian diikuti oleh kenaikan harga minyak dunia pada 1973, banyak pemerintah Eropa Barat tidak bisa menghalangi datangnya pekerja asing kendati mereka memiliki hak untuk melakukannya. Arus perpindahan penduduk melewati batas negara ini dipahami sebagai isu utama yang berdampingan sebagai dampak dari fenomena integrasi dimensi perdagangan, makroekonomi, perkembangan, dan kesehatan yang terjadi berdampingan karena proses globalisasi. Fenomena, penyebab, dan konsekuensi perpindahan melewati batas negara tersebut saat ini tidak dikesampingkan dalam berbagai studi akademis ilmu sosial terkait dengan ekonomi, ilmu politik, hubungan internasional dan studi lain yang melibatkan serangkaian etika dan teori.
Arus perpindahan manusia (imigrasi) terjadi dalam banyak cara sehingga mengundang diterapkannya suatu kebijakan sebagai respon terhadap fenomena tersebut. Bhagwati dalam tulisannya berjudul “International Flows of Humanity” meyakini analisis arus perpindahan tersebut dikelompokkan menjadi tiga tipe yang dapat membantu dalam mengenali problem imigrasi saat ini dan metode untuk mengatasinya antara lain (1) arus imigrasi dari negara miskin ke negara kaya dengan perbedaan implikasinya apabila arus tersebut berjalan sebaliknya, (2) arus imigrasi pekerja ahli dan pekerja non-ahli, pada awalnya dapat dianggap menyebabkan problema brain-drain di negara yang ditinggalkan biasanya terjadi di negara miskin dan berkembang atau opportunity bagi para migran sendiri, (4) arus imigrasi secara ilegal dan legal, dan yang mana dipicu kondisi dan situasi misalnya akibat perselisihan dan tekanan imigrasi yang bersifat karena dorongan (voluntary) atau paksaan (involuntary) seperti arus pengungsi.
Terkait dengan “apakah arus imigrasi merupakan sebab proses globalisasi?” Arus imigrasi pada era “saat ini” tidak lebih besar daripada arus imigrasi di era-era sebelumnya. Imigrasi yang terjadi saat ini hanya sebesar 175 juta orang saja, artinya jumlah ini hanya berkisar 3 persen dari total penduduk dunia (Bhagwati, 2004: 209). Bhagwati menyebutkan banyak pengamat menilai arus imigrasi saat ini lebih kecil disebabkan hambatan seperti kontrol perbatasan yang ketat dan imigrasi bukan hal yang cuma-Cuma. Ahli sejarah banyak yang setuju bahwa imigrasi yang paling fenomenal hingga mencapai 10 persen jumlah penduduk dunia terjadi di abad kesembilan belas. Perbedaan imigrasi era lalu dengan saat ini terletak pada perpindahan penduduk dari negara miskin ke negara kaya daripada perpindahan penduduk dari Old World (Eropa) ke New World (Amerika Serikat), merujuk pada perpindahan penduduk atau imigrasi sebelum dan pasca Perang Dunia. Pernyataan Bhagwati ini juga didukung oleh Martin Wolf, Jeffrey William, dan Timothy Hutton yang menyatakan “Empat puluh tahun sebelum PD I, imigrasi meningkatkan daya kerja Dunia Baru (Amerika Serikat) sebanyak 1/3 jumlah populasi dunia dan mengurangi daya kerja Eropa sebanyak 1/8, merupakan gambaran yang tidak terlampaui oleh imigrasi California dan Meksiko yang terjadi empat puluh tahun yang lalu”. Perpindahan atau imigrasi saat ini diyakini merupakan suatu hal yang membawa pertentangan dan menimbulkan anggapan bahwa mesti dikonfrontasi (Bhagwati, 2004: 209).
Bhagwati menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi fenomena imigrasi: faktor pendorong dan penarik. Faktor pendorong ialah sejumlah faktor yang mempengaruhi keputusan emigran untuk meninggalkan negara asal, sedangkan faktor penarik ialah sejumlah faktor yang mempengaruhi arus masuk imigrasi. Sejumlah faktor tersebut tidak hanya beroperasi dalam ruang lingkup mekanisme pasar (penawaran dan permintaan) tetapi juga...
Supply Factors: Peningkatan kualitas standar hidup, kemajuan pendidikan dan kesempatan bagi anak-anak, serta ketertarikan adanya fasilitas profesional lebih baik terkait dengan migran tenaga ahli adalah sejumlah dorongan ekonomi utama emigrasi. Variabel tersebut menjelaskan dorongan emigrasi, perpindahan dari negara kurang maju ke negara maju, perpindahan tersebut dapat juga terjadi antarnegara maju. Akan tetapi arus pengungsi ke satu wilayah tidak menjelaskan adanya penyebab atau ketertarikan dorongan ekonomi di atas.
Meningkatnya ketimpangan (inequality) antarnegara yang dilihat sebagai insentif yang menambah keinginan emigran untuk keluar dari negara asalnya. Tetapi, Bhagwati menyebutkan bahwa seiring ketimpangan ini berkurang, turut menjelaskan (meskipun tidak secara dramatis) menekan arus imigrasi begitu pesat.
Salah satu faktor yang menekan arus imigrasi saat ini ialah faktor finansial untuk melakukan perjalanan, khususnya bagi negara kurang maju (miskin) yang kemudian cenderung untuk menempuh jalur ilegal.
Imigrasi biasanya dipicu oleh emigrasi sebelumnya yang membangun momentum untuk tumbuh imigrasi yang lebih besar. Ditambah lagi biaya imigrasi menjadi semakin rendah karena faktor kemudahan teknologi, travel, dana telekomunikasi yang mudah diakses.
Faktor Permintaan. Faktor permintaan emigrasi meningkat di negara-negara maju, dan akan terus bertambah untuk dua alasan: demografi dan bertambahnya permintaan terhadap tenaga kerja ahli yang terspesialisasi. Pertama, faktor yang membuat permintaan imigrasi menguat dikarenakan oleh kondisi demografi negara maju yang menunjukkan penurunan angka kelahiran dan pertumbuhan penduduk yang rendah. Kedua, karena adanya permintaan terhadap pekerja ahli di negara kaya. Proses perkembangan informasi dan teknologi yang kompleks telah mendatangkan kebutuhan pasar untuk ahli komputer, programer, dan lainnnya. Ketiga, meningkatnya rekrutmen tenaga kerja kontrak di berbagai pelayanan jasa yang ditampung oleh pihak-pihak asing seperti perusahaan asing yang memiliki cabang di luar negeri (Bhagwati, 2004: 212). Ketiga, meningkatnya tren outsourcing, perekrutan tenaga kerja kontraktual di suatu perusahaan.
Prospek Globalisasi terhadap arus imigrasi secara global: Globalisasi menciptakan peluang adanya perdagangan dan interaksi internasional menguat. Globalisasi mendorong kompetisi pasar dengan menciptakan dan menarik perhatian tenaga-tenaga ahli dan profesional. Pemerintah melihat kualitas pekerja yang demikian akan cenderung lebih mudah berasimilasi dengan lingkungan masyarakat baru.
Hal ini meningkatkan permintaan yang sesuai dengan penawaran yang ada. Misalnya negara yang kurang berkembang tidak mampu menyediakan imbalan ekonomi atau kondisi sosial yang diperlukan oleh kelompok tenaga kerja ahli dan profesional. Akan tetapi, Eropa dan Amerika serikat mampu memberikan kesempatan pendidikan anak-anak tenaga ahli dan prospek karir yang tidak tersedia di negara asal mereka.
Persoalan yang muncul terletak pada asimetri kepentingan negara kurang maju (miskin) dan negara maju terkait dengan imigrasi. Misalnya, terkait dengan arus migrasi tenaga ahli dan tenaga non-ahli: negara maju cenderung menginginkan imigran yang masuk adalah tenaga-tenaga ahli yang kompeten dan sibuk untuk menerapkan berbagai kebijakan yang mencegah tenaga non-ahli memasuki batas negara mereka. Sedangkan negara kurang maju (negara asal miskin) memiliki kepentingan untuk membiarkan/ mengijinkan tenaga kerja non-ahli keluar dari wilayahnya, dan menahan tenaga ahli untuk tetap tinggal di negaranya. Persoalan kedua terletak pada ketidakseimbangan kesempatan di negara kurang maju (asal) dan negara maju (negara tujuan) dalam menyediakan hiburan, fasilitas-fasilitas yang mendukung karir profesional tenaga ahli, pengalaman pekerjaan yang lebih baik, dan pendidikan untuk anak-anak mereka. Akan lebih tidak masuk akal jika negara asal menerapkan kebijakan untuk membatasi imigran menetap di negara tujuan. Oleh karena itu terdapat beberapa kondisi yang ditawarkan oleh Bhagwati dalam melihat fenomena imigrasi ini dari dua dimensi, negara asal dan negara tujuan.
Strategi yang ditawarkan oleh Bhagwati, ialah melakukan mengatasi dengan imigrasi daripada mencoba untuk membatasinya. Pemerintahan negara berkembang mesti menerapkan kebijakan yang bisa mengikat migran dengan negara asal mereka sehingga dapat mengurangi biaya sosial dan meningkatkan keuntungan ekonomis di negara asalnya. Kebijakan tersebut dapat berupa memasukkan pendidikan anak dan jaminan hak-hak sipil seperti partisipasi dalam organisasi internal sekolah dan komite guru dan wali murid di sekolah. Pemerintah juga bisa membantu tempat tinggal imigran di seluruh negara, untuk menghindari penekanan upah di salah satu wilayahnya. Contoh operasional bagaimana negara kurang maju menerapkan kebijakan tersebut, Bhagwati memberikan beberapa contoh negara yang berhasil seperti India, China, Taiwan dan Korea Selatan. Solusi ketiga, Bhagwati menawarkan wacana adanya organisasi yang mengelola migrasi dunia, World Migration Organization yang berperan untuk membenarkan arus masuk dan keluar migrasi suatu negara, menetapkan kebijakan residensi migran apakah legal atau sebaliknya yang berfungsi secara ekonomi, politik, baik terhadap tenaga kerja ahli maupun non-ahli.

Kesimpulan dan Posisi
Globalisasi tidak bisa dikatakan sebagai sebab utuh imigrasi atau arus perpindahan penduduk lintas batas negara. Pada kenyataannya orang-orang telah hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sejak berabad-abad lalu karena alasan yang makin beragam, bahkan sebelum fenomena globalisasi diwacanakan. Misalnya perpindahan pengungsi dari satu tempat ke tempat yang lebih kondusif tidak memiliki keterkaitan dengan adanya globalisasi. Pengungsi berpindah begitu saja tanpa menggunakan transportasi yang accessible, informasi internet, atau kesempatan kerja yang lebih baik. Aspek penting yang dilihat dalam perpindahan pengungsi ialah persoalan keamanan untuk lepas dari represi, opresi, penyiksaan dan lainnya (http://www.uiowa.edu/ifdebook/issues/globalization/readingtable/immigration.shtml). Contoh kedua ialah, orang berpindah karena ingin menikmati pemandangan alam. Proses globalisasi tidak mengakibatkan, secara langsung, alam tumbuh indah, maksudnya keindahan pegunungan Alpen, padang rumput Mediterania, Danau Toba bahkan ada bahkan sebelum globalisasi muncul. Barangkali penting untuk tidak mengeneralisasi bahwa proses globalisasi menginisiasi perpindahan penduduk. Sekiranya penting untuk melihat tipe-tipe migrasi kemudian mengkaitkannya satu persatu dengan proses globalisasi, sehingga dapat menjawab apakah globalisasi benar-benar sebagai katalisator arus imigrasi.
Kedua, “globalisasi meningkatkan arus imigrasi lintas batas negara”? pernyataan ini patut mendapat sanggahan, seperti yang diungkapkan oleh Bhagwati (2004) bahwa arus imigrasi malahan berkurang seketika globalisasi makin intensif. Hal ini terjadi karena makin banyak dikeluarkannya regulasi sebagai counterpart diaspora akibat proses globalisasi.
Terkait dengan “globalisasi dan arus imigrasi” terdapat dua pandangan utama: (1) pendukung globalisasi memegang proposisi bahwa terdapat bentuk baru globalisasi akibat integrasi global yang memungkinkan terciptanya beragam keuntungan dan kesempatan ekonomi bagi orang-orang untuk kemudian berpindah ke satu tempat (Sanchez, 1999), salah satu pendukung globalis yang memberikan penjelasan bagaimana hal tersebut mungkin terjadi ialah Bhagwati (2004). Sedangkan pemikir anti-globalis, mengungkapkan bahwa arus migrasi orang-orang dengan keahlian tertentu malah akan mengakibatkan komunitas terpecah menjadi dua karena ketidakinginan mereka untuk berasimilasi dengan kultur negara “host”. Dua proposisi tersebut memiliki beban penjelasan (kelebihan dan kelemahan) masing-masing yang berdampak pada dua keadaan: (1) wacana globalisasi sebagai fenomena kultural dab (2) wacana perbedaan. Lebih jauh diperpanjang pada prospek terciptanya (1) homogenization: melting pot, (2) Heterogenization: salad bowl, atau (3) hybridization (Wardhani, 2011).
Strategi yang diperoleh dari analisis imigrasi dari lensa globalisasi antara lain: (1) mengesampingkan arus imigrasi besar-besaran di era abad 19 yang mana gelombang globalisasi diidentikkan dengan revolusi Industri. Arturo Sanchez menyarankan wacana untuk mengubah metode tersebut ke metode yang lebih aktual. Arturo Sanchez meyakini bahwa dengan melibatkan analisis yang terjadi pada abad kesemblan belas hanya menekankan justifikasi adanya “cost benefit” yang mendorong perpindahan penduduk besar-besaran. Saat ini, persoalan arus imigrasi tidak hanya terkait pada satu dimensi saja (cost benefit and economic opportunity), akan tetapi lebih bervariasi dan oleh karena itu, implikasinya pun semakin banyak yang mengarah pada kecenderungan adanya asimilasi budaya atau pengakuan perbedaan budaya dalam satu komunitas. Terkait dengan hal itu, Arturo sanchez (1999) mencetuskan gagasan adanya pengakuan terhadap warganegara ganda dalam kebijakan imigrasi suatu negara. Strategi lain yang diungkapkan oleh Globerman (2001) yang dalam tulisannya “Globalization dan Immigration” mencoba mengkaitkan fenomena imigrasi dengan perdagagan internasional dan arus investasi asing (FDI, Foreign Direct Investment). Ia menguraikan bahwa untuk melihat dan mengatasi fenomena imigrasi, maka variabel yang penting untuk diikutsertakan ialah meneliti hubungannya dengan perdagangan internasional dan arus FDI terkait dengan seberapa besar perdagangan internasional dan arus FDI menyumbang masuknya imigran dari suatu negara.
Lebih dari itu, bagian tulisan Bhagwati yang perlu dikritisi yakni “Ditambah lagi biaya imigrasi menjadi semakin rendah karena faktor kemudahan teknologi, travel, dana telekomunikasi yang mudah diakses.” Rasanya globalisasi saat ini tidak mendukung biaya bepergian yang makin murah dan accessible. Sebaliknya biaya bepergian belum lagi persoalan regulasi ketat terkait imigrasi justru menjadi faktor penghambat utama. Di China misalnya, setiap orang di China memiliki pendapatan pertahun sebesar $100 dolar saja. Artinya, mustahil bagi mereka untuk mengejar kesempatan kerja (economic opportunity) untuk pindah ke Amerika Serikat. Akan tetapi bagi orang China yang sanggup meningkatkan pendapatannya sebesar $5000 pertahun dengan menggunakaan momentum pertumbuhan ekonomi China, sanggup untuk bepergian ke Amerika Serikat. Dari ilustrasi yang demikian, maka prospek imigrasi hanya akan meningkatkan ketidakmerataan ekonomi. Bagi imigran yang berasal dari negara Sub-Sahara Afrika atau wilayah lain yang belum tersentuh oleh globalisasi, maka globalisasi hanya akan mengakibatkan ketimpangan antara negara-negara tersebut dengan negara-negara seperti China, India, Brazil, atau Meksiko (http://www.openmarket.org/2008/05/15/does-economic-development-cause-immigration/).

Sumber
Bhagwati, Jagdish. 2004. International Flow of Humanity, dalam “in Defense of Globalization”. Chapter 3. London: Oxford University Press., pp. 209-218.
Sanchez, Arturo, Transnationalism and Assimilation, in PLANNERS NETWORK ONLINE (July/Aug. 1999), available at
Alex Nowrasteh. Open Market.org. 2008. Globalization and Immigration. [online] available http://www.openmarket.org/2008/05/15/does-economic-development-cause-immigration/

Comments

Popular posts from this blog

GEOSTRATEGI AMERIKA SERIKAT

Problem Multikultural di Negara Monokultural: kasus Uyghur di Provinsi Xin Jiang terhadap mayoritas China Han, RRC

TEORI-TEORI GEOPOLITIK