Seni Pembicaraan Serius yang Konstruktif


Pembicaraan yang konstruktif memperpanjang hubungan positif antara orang-orang yang berkomunikasi sekaligus memungkinkan orang menyelesaikan masalah, menghadapi tantangan, merundingkan penyelesaian, dan mengevaluasi hasil akhir. Melakukan pembicaraan konstruktif juga berfungsi untuk mengukur pengetahuan, kepribadian, dan mengenali lawan bicara anda.

Ambil contoh ketika kita perlu menasihati kenalan yang memiliki perangai negatif, memiliki konflik dengan rekannya, atau kinerjanya tidak sesuai dengan harapan. Resiko membuat teman tersebut bersikap defensive (apalagi ofensif) sangat tinggi, jadi sebagian mungkin menemukan solusi cepat untuk menghindar, melakukan tindakan apatis, sekaligus berusaha untuk tidak menghadapinya. Dengan kata lain, pura2 tidak tahu.

Di samping itu, mungkin kita mengambil pendekatan tanpa perasaan, tanpa mengindahkan atau menghiraukan perasaan dan kepentingannya. Dengan kata lain, pendekatan yang kaku. Pendekatan yang lebih baik adalah menghadapi masalah itu secara langsung, jujur, dan diplomatis, menggunakan teknik yang digambarkan di bawah ini:

Pembicaraan yang berorientasi pada masalah: berfokus pada masalah yang bisa diselesaikan, bukan orang yang bertanggung jawab atas masalah itu. Sementara itu, komunikasi yang berorientasi pada orang menempatkan pendengar pada posisi diserang dan memfokuskan perhatian pada tindakan menyalahkan, bukan cara menghindari atau menyelesaikan masalah dimasa mendatang.
Misalnya, seorang ketua komite bisa memberitahu seorang anggota bahwa “Topik Anda berada di luar agenda”; bukannya menjadikan kritik itu bersifat pribadi dengan mengatakan, “Anda keluar dari topik”.

Pembicaraan kongruen menyampaikan apa yang pembicara pikirkan dan rasakan. Meskipun terdapat situasi tertentu dimana menyimpan rahasia lebih tepat untuk dilakukan ketimbang membeberkan semuanya, kita cenerung berkomunikasi secara lebih efektif dengan bersikap jujur secara konstruktif sehingga pendengar pun mempercayai apa yang dikatakan. Sementara itu, komunikasi yang tidak kongruen cenderung menyesatkan pendengar. Misalnya, mengatakan tidak peduli pada suatu topik penting (yang sebenarnya memang kita pedulikan) akan membawa kita pada masalah potensial.

Tambahan: Hal ini biasanya dilakukan oleh orang2 yang menganggap dirinya lebih kompeten daripada pemimpinnya. Mereka memilih untuk pura2 tidak tahu, padahal di belakang layar, mereka sibuk untuk mencari informasi. Umumnya mereka akan menunggu momentum, untuk menunjukkan kalau mereka yang terbaik (apabila mereka merasa pemimpinnya, gagal). Akan tetapi, jika pemimpin mampu untuk “lebih memperhatikan” orang-orang ini dan bersikap lebih kongruen, orang2 ini bisa menjadi aset terbaik dan sepanjang masa bagi kemajuan tim.

Pembicaraan deskriptif mengekspresikan deskripsi obyektif masalah, bukan evaluasi terhadap masalah itu. Sementara itu, komunikasi evaluasi mengekspresikan penilaian terhadap pendengar, membawa pendengar dalam posisi diserang. Contoh pernyataan evaluasi terang-terangan adalah, “Anda mengacaukan proses terakhir.” Akan lebih deskriptif, dan oleh karenanya lebih konstruktif jika dikatakan, “ada sesuatu yang tertinggal di akhir proses tersebut. Ijinkan saya menjelaskannya.”

Pembicaraan yang memvalidasi membantu orang merasa dimengerti, dihargai, dan diterima. Sebaliknya komunikasi yang tidak memvalidasi membuat orang merasa seolah salah dimengerti, tidak beharga, atau tidak cakap. Komunikasi seperti ini sering terjadi dan berorientasi pada superioritas, kaku, tidak menerima pendapat orang lain, atau tidak peduli.

Katakanlah seorang ketua komite menemukan bahwa presentasi kunci kurang lengkap sehingga mengakibatkan informasinya kurang akuntabel (dipercaya). Seorang anggota mengatakan, “poin presentasi belum selesai, jadi saya pikir lebih baik langsung mengirim seadanya, daripada menunggu terlalu lama. Hanya orang *geje* (versi singkat) yang tidak memeriksanya terlebih dulu, dan langsung mempresentasikannya asal2an.”

Beberapa respons dari sang ketua merupakan contoh tentang komunikasi yang tidak memvalidasi.
  1. -          Kau tidak melakukan seperti yang aku instruksikan. Seharusnya pekerjaan dilaksanakan sampai tuntas, tidak setengah-setengah. Akhirnya, seluruh kelompok yang rugi. (berorientasi pada superioritas)
  2. -          Kau selalu melaksanakan tugas setengah-setengah (kaku)
  3. -          Well, kurasa pemikiranmu salah (tidak menerima pendapat orang lain)
  4. -          Kalau begitu, tuntaskan saat ini juga sebagai tanggung jawab, dan jangan pernah mengulanginya lagi. (tidak peduli)


Komunikasi yang tidak memvalidasi memperlakukan pendengar seolah lebih rendah, sementara komunikasi yang memvalidasi menunjukkan rasa hormat terhadap pemikiran dan perasaan pendengar. Atau mungkin juga, anggota Anda sedang mengenali kepribadian anda dengan mengujinya terlebih dahulu.

Komunikasi yang memvalidasi berfokus pada pencarian titik temu. Ketua biasa saja mengaatakan, “ saya setuju jika waktu yang diberikan tidak cukup banyak untuk memenuhi seluruh informasi yang dibutuhkan dalam presentasi tersebut. Akan tetapi, mengirimkan presentasi yang tidak lengkap lebih banyak memberi kebingungan dan kesulitan pada kelompok. Dan oleh karena itu, menciptakan kekacauan yang sebenarnya dapat dihindari. Oleh karena itu, jika dirimu mendapat kesulitan, cobalah untuk mengkomunikasikannya pada kita (saya) supaya pekerjaan tersebut menjadi lebih ringan. Saya akan membantu sesuai kapasitas saya.”
Dalam respon tersebut, terdapat satu elemen pembicaraan penting yang berfungsi untuk meringankan ketegangan, menghindari konflik, sekaligus mendapatkan kepercayaan anggota Anda.

Pertama, pembicaraan spesifik yang memberikan kejelasan yang pendengar butuhkan. Jangan member pernyataan umum tentang masalah tersebut. Pernyataan umum yang terlalu luas dan ambigu menampilakn masalah secara salah dan membuatnya terlalu besar untuk diselesaikan. Pernyataan yang lebih spesifik akan menjelaskan apa yang ketua komite itu harapkan.

Debra Fine (2008), Seni Memenangkan Hati Klien, Membawakan resentasi Memukau, dan MEnyelesaikan konflik di Tempat KErja, Gramedia PUstakan Utama, Jakarta, h. 11-15
dengan penyesuaian yang diperlukan
Tulisan ini saya buat untuk teman2 dan kolega saya, semoga bermanfaat. Terimakasih.

Comments

Popular posts from this blog

GEOSTRATEGI AMERIKA SERIKAT

Problem Multikultural di Negara Monokultural: kasus Uyghur di Provinsi Xin Jiang terhadap mayoritas China Han, RRC

TEORI-TEORI GEOPOLITIK