Review “The Clash of Civilization?”
Review “The Clash
of Civilization?”
Samuel Huntington
(1993), “the Clash of Civilization”, Foreign
Affairs, Vol. 72, No. 3. H. 22-49
Are we running in a clash of civilization?
Can civilizations clash? If not civilizations, then what?
Secara singkat Samuel Huntington
menyatakan politik dunia memasuki fase baru yang mana persaingan tidak lagi
terjadi antara bangsa-negara maupun empires.
Sebaliknya, persaingan maupun perang dihasilkan dari benturan peradaban. Sumber
konflik tidak lagi meperebutkan wilayah maupun sumber daya alam, tetapi sumber
konflik terletak pada persinggungan peradaban di daerah yang Huntington sebut fault lines.
Yang disebut peradaban oleh Samuel
Huntington ialah persamaan umum yang dimiliki oleh kelompok kultur. Hal ini
meletakkan peradaban lebih tinggi dari kultur. Menurut Huntington, partisipan
peradaban dapat mencakup beberapa negara. Peradaban ini bersifat dinamis.[1]
Artinya, peradaban juga mengalami fase jatuh dan bangkit, terbagi dan bersatu.
Huntington menyebutkan beberapa
faktor yang menentukan peradaban di dunia. Perbedaan yang diciptakan oleh
sejarah dan proses yang panjang menyebabkan peradaban terbagi-bagi berdasarkan
bahasa, kultur, tradisi, dan yang paling penting agama.[2]
Faktor kedua ialah interaksi antarperadaban makin intensif yang menciptakan
kesadaran atas peradaban asal dan kesadaran perbedaan antarperadaban satu dan
lainnya.[3]
Faktor ketiga ialah modernisasi
ekonomi dan perubahan sosial terjadi di seluruh dunia. Dua hal ini mencerabut
individu dari identitas lokal masing-masing. Sementara identitas ini dicabut
dan modernisasi menyebabkan esensi negara berkurang, terdapat kekosongan
identitas. Kekosongan ini kemudian diisi oleh gerakan untuk mengembalikan
individu pada kesadaran paling fundamental. Fundamental paling dasar yang
mengikat individu ialah agama. Oleh karena itu, makin banyak gerakan serupa di
banyak negara yang hendak menciptakan identitas persatuan antarindividu.[4]
Faktor keempat, kelima, dan keenam masing-masing ialah reaksi terhadap supremasi
peradaban Barat dalam politik internasional, karakter kultural tidak bisa
dirubah atau immutable, dan
regionalisme ekonomi yang makin meningkat.[5]
Apakah
peradaban bisa saling berbenturan? Huntington mengiyakan peradaban dapat
berbenturan dalam dua level. Dalam level mikro, peradaban
berbenturan di garis-garis persinggungan—fault
lines.dalam level makro, negara dengan peradaban yang berbeda saling
bertarung kekuasaan, kekuatan, kapabilitas militer dan ekonomi, bertarung
pengaruh dan kontrol dalam organisasi internasional dan pihak tiga, maupun
secara komptitif mempromosikan nilai maupun agenda politik dan agama
masing-masing.[6]
Fault
lines menggantikan perang pengaruh dan lokasi sumber konflik pada era
Perang Dingin. Konflik di daerah fault
lines[7]
misalnya antara peradaban Barat dan peradaban Islam telah berlangsung lebih
dari 1300 tahun.[8]
Konflik antarperadaban menjadi semakin intensif
sehingga selalu identik dengan kekerasan.
Pertanyaan selanjutnya, apakah sekarang individu dan negara bangsa
sedang berada di era benturan peradaban? Jawaban dari pertanyaan ini akan
sangat bervariasi tergantung dari dua hal: definisi konseptual antara kelompok
kultural dan peradaban, dan bukti-bukti yang dijadikan unit eksplanasi. Sampai
sekarang belum ada kesepakatan terkait topik “benturan peradaban” yang dimaksud
oleh S Huntington. Adapun tulisan Huntington ini mengundang banyak reaksi yang
berbeda, salah satunya ialah Jack Jr. Matlock (1999) yang membantah dengan
sejumlah peristiwa yang “dalam versinya” tidak mencerminkan benturan peradaban,
tetapi hanya konsekuensi dari persoalan internal.[9]
[1] Samuel
Huntington (1993), “the Clash of Civilization”, Foreign Affairs, Vol. 72, No.
3. H. 22-49
[2] Ibid., h. 25
[3] Ibid.
[4] Ibid., h. 26
[5] Ibid., h. 27
[6] Ibid., h. 29
[7] Lebih
lengkap liat S Huntington, Op. Cit., h.
30
[8] Ibid., h. 31
[9] Jack Jr
Matlock (1999), Can Civilizations Clash?
Proceedings of the American Political Philosophy, Vol 143, No. 3, h. 428-439.
Comments
Post a Comment