On Globalization and Autonomy: Embedded Liberalism





John Ruggie (1982) sarjana hubungan internasional Amerika Serikat ini memperkenalkan terminologi untuk menjelaskan orientasi kebijakan tatanan ekonomi internasional setelah Perang Dunia II (PD II) dan kondisi-kondisi sosial yang mempengaruhi saat itu. Konsep ini juga digunakan untuk menjelaskan tatanan perekonomian yang mendominasi dunia pada periode akhir PD II hingga 1970.
Tatanan perekonomian saat itu berorientasi untuk menghindari terjadinya Depresi Hebat di masa mendatang, sebagaimana dikemukakan oleh David Harvey (2005) yang mana negara mesti terfokus pada terciptanya lapangan kerja penuh,  pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan warganya, dan otoritas negara mesti diselenggarakan sepenuhnya beriringan, maupun jika perlu, untuk menjembatani proses mekanisme pasar untuk mencapai orientasi tersebut. David Harvey juga mengemukakan, sistem yang demikian disebut dengan “Embedded Liberalism” dengan tujuan rekonsiliasi pasar, korporasi, dalam aktivitas yang memasukkan batasan-batasan sosial dan politik dalam berbagai peraturan lingkungan, sehingga pasar dan industrialisasi berjalan sesuai dengan strategi yang diinginkan (menghindari Depresi Hebat) (Harvey, 2005: 1-13).
Tatanan dunia yang dikemukakan oleh Ruggie (1982) yakni pasca PD II-1970 didasarkan pada dua doktrin: Pertama, peran (otoritas) negara diperlukan dalam menciptakan dan mengimplementasikan institusi ekonomi internasional untuk memfasilitasi integrasi pasar internasional dan menjaga stabilitas ekonomi internasional (http://www.globalautonomy.ca/global1/glossary_entry.jsp?id=CO.0035#CO.0035.RuggieJG1982). Prakondisi pertama ini memerlukan adanya peran penting institusi internasional yang mendukung pemeliharaan stabilitas perdamaian dan perekonomian internasional yang dimplementasikan pada lembaga International Monetary Fund (IMF). Kedua, bahwa negara mesti menahan diri (menyelenggarakan otonominya) dalam mengejar sasaran ekonomi sosial domestiknya, misalnya sistem produksi beserta strateginya, kebijakan lapangan kerja serta perlindungan kesejahteraan sosial (Jones, 2005: 1-3). Poin kedua ini menjelaskan bahwa negara semestinya tidak terlibat banyak dalam menentukan perekonomian. Di lain pihak, perekonomian diharapkan berjalan sesuai dengan mekanisme pasar.
Embedded Liberalism merupakan strategi untuk merekonsiliasi otonomi pasar bebas terhadap perekonomian dan otonomi negara yang menginginkan kebijakan proteksionisme untuk melindungi perekonomian domestik. Terminologi ini muncul berdasarkan refleksi situasi dan kondisi perekonomian sebelum PD II yang identik dengan proteksionisme. Perekonomian sebelum PD II mencerminkan bagaimana proteksionisme dapat mengancam perdamaian dan stabilitas perdamaian internasional. Perlu diingat bahwa PD II sebagian besar terjadi karena kecemburuan ekonomi kekuatan-kekuatan besar di Eropa (Jones, 2005: 1-3). Konsep Embedded Liberalism juga menantang adanya penjelasan alternatif terutama yang menekankan pada peran kepemimpinan ekonomi Amerika Serikat dalam berbagai institusi keuangan internasional yang diciptakan pada era sistem Bretton Woods. Dalam tulisannya Ruggie mengakui signifikasi perubahan kekuatan sebagai sumber potensial adanya perubahan tersebut, perekonomian era proteksionisme dan perekonomian sistem Bretton Wood yang memungkinkan adanya otonomi pemerintah dalam perekonomian, sekaligus menekankan peran sosial dan tujuan sosial sebagai determinan paling penting dalam perubahan yang terjadi saat ini. Globalisasi yang mendatangkan paradigma-paradigma baru seperti neo-proteksionime dan neo-liberalism disinyalir melemahkan otoritas negara dan menjadi simbol berkurangnya hegemoni Amerika Serikat di tahun 1970an. Pada kenyatannya, pada era tersebut muncul rekonsiliasi perekonomian dengan dinamika sosial yang lebih identik perekonomian menjadi lebih kompetitif dan berbagai strategi kemudian muncul sebagai akibat iklim yang semakin kompetitif tersebut. Embedded Liberalism memberitahu apa yang perlu dikompromikan antara perekonomian pasar internasional yang cenderung berlebihan di satu sisi, dan proteksionisme domestik yang berlebihan di sisi lain.
Pertanyaan yang mesti dibicarakan, apakah konsep Embedded Liberalism ini mengalami kemunduran? Gagasan tatanan ekonomi yang melekat secara sosial berimplikasi terhadap tren ekonomi liberal saat ini pada kebijakan negara dan agenda institusi pemerintah global seperti World Trade Organization dan Bank Dunia, yang berakar dari perubahan sosial dan ideologi pasca PD II, daripada adanya dinamika kekuatan ekonomi eksternal dan pergeseran dalam distribusi kekuatan dalam hubungan internasional (Jones, 2005: 1-3). Di sisi lain, munculnya tren neo-liberalisme ikut menyumbang kemunduran konsep “Embedded Liberalism” milik Ruggie.
Prinsip neo-liberalisme berdampak pada peningkatan perdagangan dan liberalisasi keuangan internasional, yang pada tingkat tertentu, menciptakan iklim dan tekanan yang lebih kompetitif yang pada akhirnya melemahkan otoritas domestik suatu negara.
Secara ringkas konsep Embedded Liberalism memberikan garis besar hubungan timbal balik pengarung ekonomi dan politik yang terdapat pada institusi internasional dan kepentingan proteksionisme domestik. Realita fenomena global tersebut muncul dari pendekatan-pendekatan oleh reformis pengamat kebijakan dan aktivis yang menginginkan negara lebih terlibat pada perekonomian dan tidak sepenuhnya menyerahkan perekonomian pada mekanisme pasar. Konsep Embedded Liberalism mendapatkan dua tantangan besar yang berasal dari agenda domestik yang berseberangan dengan mekanisme pasar, dan kedua, apabila negara gagal memenuhi atau menjalankan aspek-aspek penting terkait dengan social security dan economic security.
OPINI
Embedded Liberalism dapat dilihat sebagai : Pertama, sebagai “strategi rekonsiliasi”, konsep “embedded liberalism” dinilai sebagai usaha untuk menggabungkan proses mekanisme pasar dengan otoritas negara didalamnya sebagai pemilik otoritas. Kedua, sebagaimana dijelaskan di atas, konsep “embedded liberalism” diperuntukkan untuk menuntun industri dan perekonomian supaya lebih strategis, tidak sepenuhnya diserahkan pada pasar sehingga dapat menghindari Depresi Hebat di masa mendatang. Ketiga, perlunya kontrol sosial terhadap perkembangan industrialisasi yang dinilai perusahaanlah yang selama ini mengambil manfaat globalisasi, sedangkan otoritas tradisionalnya dikesampingkan. Kontrol sosial tersebut merupakan cermin akuntabilitas negara dilimpahkan sebagian pada korporasi yakni berupa kewajiban-kewajiban untuk memberikan kompensasi terhadap masyarakat sekitar yang mana korporasi tersebut beroperasi. Embedded liberalism dilihat sebagai salah satu tanda berkurangnya akuntabilitas pemerintah, sampai pada akhirnya akuntabilitas pemerintah dilimpahkan sebagian pada pihak korporasi. Kontrol sosial diperlukan sebagai batasan-batasan agar industri dan korporasi tidak mengambil manfaat seluruhnya dari globalisasi yang ada. Kemunculan tren neo-liberalisme disinyalir melemahkan “embedded liberalism” sebagai strategi rekonsiliasi pemerintah dan pasar. Yang menjadi isu saat ini bagaimana, konsep tersebut kemudian melemah atau dilemahkan oleh neo-liberalisme? Diketahui terdapat banyak faktor yang mesti ditinjau ulang yang berperan dalam melemahkan konsep tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain: (1) krisis legitimasi sosial, dan (2) aktivitas korporasi transnasional terkait standar utama tenaga kerja, hak asasi manusia, organisasi keuangan itnernasional, dan norma informal dan formal beragam organisasi internasional (Abdelal dan Ruggie, 2011). Pada akhirnya, “Embedded Liberalism” juga dilihat sebagai strategi untuk membuat globalisasi dan korporasi yang memanfaatkan momentumnya diterima oleh otoritas sosial yang selama ini merasa globalisasi banyak membawa dampak buruk bagi mereka daripada manfaat (Abdelal dan Ruggie, 2011: 152).

Referensi

Harvey, David. 2005. A Brief History of Neoliberalism. Oxford : Oxford Press University, 2005.
Jones, Adrian. 2005. Embedded Liberalism. Global Autonomy. [Online] n/a, 9 5 2005. [Dikutip: 14 Juni 2011.] http://www.globalautonomy.ca/global1/glossary_entry.jsp?id=CO.0035.
Ruggie, John. Embedded Liberalism. Global Autonomy. [Online] [Dikutip: 14 Juni 2011.] http://www.globalautonomy.ca/global1/glossary_entry.jsp?id=CO.0035#CO.0035.RuggieJG1982.
Ruggie, Rawi Abdelal dan John R. 2011. The Principles of Embedded Liberalism: Social Legitimacy and Global Capitalism. s.l. : Routledge Publishing, 2011.

Comments

Popular posts from this blog

GEOSTRATEGI AMERIKA SERIKAT

Problem Multikultural di Negara Monokultural: kasus Uyghur di Provinsi Xin Jiang terhadap mayoritas China Han, RRC

TEORI-TEORI GEOPOLITIK