On Environment dan Sustainability




Lingkungan dan Globalisasi: proses globalisasi diyakini oleh Munck (2000) menciptkan: pertama, kelangkaan materi (terkait dengan perbedaan antara bahan materi produksi dengan tingkat konsumsi yang tinggi) dan krisis pangan (globalisasi membuka peluang untuk pembangunan industri besar-besaran berdampak pada perubahan daya guna lahan yang tadinya untuk pertanian bahan pokok menjadi pabrik-pabrik). Kedua, berdirinya pabrik-pabrik yang berorientasi industrialisasi skala besar menghasilkan pembuangan limbah yang merugikan lingkungan, mencemari udara, dan mencemari sumber mata air penduduk, lingkungan dan habitat di sekitarnya.
Selain itu, Legrain Philippe (2005) juga menambahkan bahwa proses globalisasi meningkatkan kebutuhan konsumen akan barang dan jasa sehingga pabrik-pabriks seolah dituntut untuk melakukan industri besar-besaran. Kegiatan industri tersebut membutuhkan tingkat konsumsi energi. Philippe menambahkan bahwa sejak dikenal proses globalisasi, tingkat konsumsi energi telah meningkat sebanyak 70% daripada konsumsi energi tiga puluh tahun yang lalu, bahkan diperkirakan akan naik 2% pada lima belas tahun mendatang. Konsekuensi logis globalisasi yang kedua yakni pemananasan global. Tidak dapat dipungkiri, globalisasi memungkinkan kemajuan teknologi yang memungkinkan mobilitas tinggi. Mobilitas yang tinggi dan industrialisasi mengeluarkan dampak peningkatan emisi yang signifikan seperti karbondioksida, karbon monoksida, sulfur dioksida yang diperkirakan bahkanmenunjukkan peningkatan di banyak negara Asia dan negara berkembang di tahun 2020 nanti (Philippe, 2020). Pemanasan global juga mengakibatkan komposisi udara tidak seimbang yang memicu (1) kerusakan ozon, (2) hujan asam, (3) dampak rumah kaca, (4) naiknya permukaan air dunia, dll.
Globalisasi juga berdampak mengganti struktur-struktur tradisional masyarakat misalnya dalam hal pertanian, masyarakat terbiasa untuk melakukan sistem pertanian yang memanfaatkan bahan-bahan alam daripada menggunakan pupuk yang kandungan kimianya malah mengakibatkan hilangnya kandungan humus alami tanah.  Selain itu, dampak penggunaan pupuk pun mencemari sumber mata air, sungai, dan habitat ikan di sekitar lingkungan. Penggundulan hutan juga menyumbang terhadap kersuakan lingkungan karena kecenderungan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kawasan industri dengan memperluas pertanian, peternakan, dan area penanaman untuk konservasi hutan industri. Akibatnya diperkirakan suplai nitrogen dan oksigen dunia berkurang (Philippe, 2005).
Sejumlah data di atas hanyalah berupa fakta-fakta yang cukup mengerikan sebagai dampak negatif globalisasi terhadap kerusakan lingkungan. Akan tetapi, akankah globalisasi sepenuhnya mengakibatkan kerusakan lingkungan? Tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi juga menyumbang peningkatan volume perdagangan yang berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan, globalisas jgua meningkatkan perhatian negara untuk kemudian menerapakan lebih banyak kebijakan untuk mengatasi dampaknya seperti penetapan peraturan legal lingkungan yang lebih agresif seperti “carbon tax” (Philippe, 2005: 240). Pertanyaannya ialah, “apakah perdagangan mengakibatkan kerusakan lingkungan lebih parah?” Phillipe memposisikan dirinya dengan menyatakan perdagangan internasional yang lebih bebas tidak secara langsung menyumbang terhadap kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan lebih langsung biasanya dilakukan oleh individu yang berada di sekitar lingkungan tersebut, di Brazil di contohkan sekelompok individu (masyarakat) yang melakukan penebangan hutan ilegal untuk dijual ke orang asing, semata-mata karena mereka tidak lagi menemukan mata pencaharian yang dapat menopang kebutuhan pokok sehari-hari mereka.
Philippe meletakkan kesalahan tidak sepenuhnya pada proses globalisasi, apalagi perdagangan. Philippe menyebutkan bahwa signifikasi penting terdapat pada peran pemerintah yang selama ini mengeluarkan kebijakan yang salah sasaran, akibatnya mendukung kerusakan lingkungan itu sendiri. Kesalahan tersebut terletak pada (1) kebijakan pemerintah yang memungkinkan terjadinya overfarming, overfishing, dan overexcessive energy use (Phillipe, 2005: 241). Pemerintah Uni Eropa mensubsidi pestisida dan menetapkan restriksi perdagangan yang mengakibatkan kenaikan harga pangan. Naiknya harga pangan memungkinkan petani untuk meningkatkan produksi yang berujung pada (overproduction atau excessive farming). Kesalahan kebijakan ini, menurut Phillipe (2005) juga terjadi di sektor perikanan (fishingi) dan sektor energi. Singkat cerita Phillippe menginginkan, sebagai solusi, agar industri-industri yang menyumbang dan berpotensi besar merusak lingkungan seperti (industri batubara) tidak memperoleh subsidi dari pemerintah. Pada kenyataannya, pemerintah telah menginvestasikan (menghabiskan anggaran dalam bentuk subsidis) sebesar $650 dollar dalam sektor yang berpotensi merusak lingkungan. Dengan adanya restriksi perdagangan, menurut Phillippe, malah memungkinkan banyak industri beralih pada teknologi produksi yang lebih ramah lingkungan dan diharapakan transfer energi yang demikian bisa lebih cepat apabila pemerintah ikut berpartisipasi dalam mendorong pertumbuhan industri yang ramah lingkungan dengan menekan kelompok industri yang merusak lingkungan melalui penetapan pajak dan penguranan subsidi (2005).
Proses globalisasi daripada merupakan proses yang merusak lingkungan, merupakan proses yang memungkinkan terjadinya keseimbangan industrialisasi di banyak negara, dari negara maju ke negara berkembang: (1) memungkinkan industrialisasi berdasarkan keuntungan komparatif (comparative advantage), (2) globalisasi dan perdagangna internasional mendorong industri domestik tempat mereka berelokasi untuk memeprbaiki regulasi mereka supaya dapat memenuhi standar yang diterapkan guna bisa diikutkan dalam perdagangan interansional, dan (3) perdagangan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang memungkinkan domestik kemudian mampu untuk menempuh industrialisasi yang lebih ramah lingkungan. Hambatannya terletak pada proses globalisasi yang mana pemerintah mengurangi standar dan regulasi mereka semata-mata ditujukan untuk menarik investasi asing (Philippe, 2005: 244).
Strategi yang disarankan oleh Philippe (2005) dalam perdagangan erkait dengan globalisasi dan mengatasi kerusakan lingkungan ialah dengan menggunakan standarisasi produk. Misalnya, jika negara maju benar-benar berkeinginan untuk membeli kayu hasil hutan konservasi, maka mereka mesti membayar lebih untk itu. Kelebihan pembayaran tersebut bisa menjadi kompensasi bagi individu (masyarakat) yang tinggal di sekitar hutan tersebut agar tidak melakukan penrusakan hutan. Terkait dengan peran organisasi internasional, WTO (tadinya GATT) dianggap melakukan diskriminasi perdagangan daripada melakukan perlindungan lingkungan. Oleh karena itu, muncul tuntutan dari para pecinta lingkungan melakukan resriksi terkait dengan perdagangan dengan menetapkan ketentuan ditetapkan dalam Protokol Montreal, dan Protokol Kyoto. Akan tetapi, sayangnya terdpat kondisi bahwa protokol tersebut tidak dapat sepenuhnya menuntut tanggung jawab negara-negar polutan untuk mematuhi regulasi yang ditetapkan (Philippe, 2005: 250)

KESIMPULAN
Menurut Phillipe (2005), perdagangan sebagai atribut dalam proses globalisasi, tidak semata-mata mengakibatkan kerusakan lingkungan secara langsung. Perdagangan secara ekonomis menguntungkan dalam meningkatkan pendapatan negara, dan invididu. Philippe mengilustrasikan apabila tingkat pendapatan individu meningkat, maka individu tidak akan keberatan untuk membayar pajak demi kelestarian udara lingkungan tempat mereka tinggal. Sebaliknya, apabila individu berada dalam level kemiskinan, maka mereka tidak akan mereasa kebertatan pabila lingkungan mereka semakin lama menjadi semakin kotor bahkan cenderung mereka akan mencari keuntungan yang bisa menopang kehidupan mereka, termasuk melakukan kerusakan lingkungan seperti illegal logging membuka lahan hutan untuk pertanian jika perlu. Posisi Legrain Philippe terkait perdagangan dalam globalisasi terhadap ekrusakan lingkungan ialah (1) perdagangan hanya bertanggung jawab sebagian saja terhadap kerusakan lingkungan (Phillippe, 2005)



Keyword: globalisasi, kerusakan lingkungan, keuntungan komparatif,
Referensi:

Philippe, LeGrain. 2005. Endangered Earth? How Globalisation can be green, dalam “Open World: the truth about Globalization. London: Abacus Book., pp. 236-253

Comments

Popular posts from this blog

GEOSTRATEGI AMERIKA SERIKAT

Problem Multikultural di Negara Monokultural: kasus Uyghur di Provinsi Xin Jiang terhadap mayoritas China Han, RRC

TEORI-TEORI GEOPOLITIK