GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI NEGARA BANGSA DI ABAD KE-21

PROSPEK PERKEMBANGAN KAJIAN GEOPOLITK DAN GEOSTRATEGI DI MASA DEPAN

Pertemuan keenam, 15 April 2011
Pendahuluan:
Perkembangan geopolitik dan geostrategi di abad ke-21 serta kelangsungan kajian geopolitik dan geostrategi di masa mendatang terletak pada dinamika yang terjadi pada area geopolitik saat itu, tantangannya, resiko dan faktor stabilitas situasi dan kondisi, serta strategi yang diterapkan dalam konteks geopolitik yang demikian. Area geopolitik di abad ke-21 meluas hingga ke perkembangan terbaru perspektif geopolitik yang melibatkan: (1) benturan antarperadaban, (2) green geopolitics terkait dengan besarnya signifikasi lingkungan dalam hubungan antarnegara, dan (3) adanya wacana baru yakni anti-geopolitics.

Tujuan:
Mahasiswa mampu menganalisis perkembangan geopolitik dan geostrategi di abad ke-21 serta kelangsungan kajian geopolitik dan geostrategi ke depan

Pembahasan Materi
Awal abad 21 ditandai dengan berakhirnya perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang mana perang dingin diakhiri dengan runtuhnya Uni Soviet pada 1991. Keadaan setelah perang dingin pun bervariasi pada negara-negara besar seperti Uni Soviet yang saat itu kemudian menjadi Rusia, Jerman..
Rusia. Situasi pasca runtuhnya empire Uni Soviet ditandai dengan berakhirnya pengaruh kerjaan Soviet di Eropa Timur dan Eropa tengah. Empire Uni Soviet secara internal kemudian bertransformasi sebagai akibat dari kekacauan politik, konflik etnis dan bangsa, serta depresi ekonomi. Negara-negara Balkan adalah yang pertama kali mendekralasikan kemerdekaannya dan memperoleh pengakuan diplomatis dari banyak negara barat. Sedangkan beberapa negara pecahan Soviet kemudian membentuk CIS (Commonwealth of Independent States).
Jerman, bersatunya Jerman Barat dan Jerman Timur, di lain pihak tumbuh sebagai kekuatan ekonomi baru di semenanjung Eropa Utara. Jepang berada dalam fase pertumbuhan ekonomi yang pesat dan mencari celah untuk lebih perperan dalam persaingan global. China berusaha untuk menggunakan strategi mencampurkan tekanan politis dengan desentralisasi ekonomi, sedangkan negara-negara Dunia Ketiga berusaha melengkapi diri dengan persenjataan yang diperoleh dari negara-negara Dunia Pertama (Sempa, 2002).
China. Runtuhnya Soviet mengakibatkan meningkatnya tuntutan akan peran China di wilayah. Pasca 1970, China berperan sebagai sekutu strategis Amerika Serikat dalam menjadi daerah penyangga (buffer zone) berhadapan dengan Rusia di Asia. Runtuhnya Rusia dan meningkatnya antogonisme (terhadap) Barat, menghasilkan tragedi di Tiananmen square.
Jepang, meskipun memiliki arti strategis untuk tumbuh sebagai kekuatan maritim di ASIA (dengan kapabilitas gegografi yang cukup strategis, yakni rantai kepulauan yang terpisah terisolasi dari daratan besar Asia). Akan tetapi Jepang memilih untuk memfokuskan perannya di perekonomian saja. Dengan runtuhnya Rusia, Amerika Serikat bersedia untuk terus menjamin keamanan di Jepang (Sempa, 2002).

Sebelum abad ke-21, runtuhnya kerajaan romawi belum memiliki pengaruh signifikan terhadap perkembangan dinasti-dinasti di Timur Jauh, yakni China. Saat ini, runtuhnya pemerintahan suatu negara berdampak signifikan hampir di seluruh bagian dunia, dicontohkan dengan baik dengan runtuhnya Soviet di tahun 1991, menandai akhirnya perang dingin dan berdampak terhadap negara-negara lain di Eropa hingga Asia dan benua Amerika. Hal ini mengindikasikan bahwa dunia tidak lagi berada dalam suatu sistem tertutup seperti yang diungkapkan oleh Mackinder, sebaliknya tatanan dunia menjadi suatu sistem yang terbuka, dimana suatu peristiwa juga berdampak terhadap wilayah lain di sekitarnya.

Sistem yang terbuka tersebut selalu berkonflik, dan konflik tersebut salalu berkutat antara persaiangan dan perseteruan antara kekuatan daratan dengan kekuatan maritim. Rusia dan Jerman, muncul sebagai kekuatan daratan. Sedankan Perancis, India, dan China meskipun sebagain besar wilayahnya ialah daratan, tetapi negara-negara tersebut dilengkapi oleh akses terhadap laut (Sempa, 2002).

Berakhirnya Perang Dingin mengakibatkan negara-negara di Eropa secara ekonomi dan militer kolaps sehingga muncul kekhawatiran bahwa seluruh Eropa akan jatuh ke Soviet. Amerika Serikat melihat kondisi tersebut sangat berbahaya sehingga muncul strategi “Containment Policy” sebagai strategi ofensif menghadapi meluasnya komunisme di beberapa daerah di sekitarnya. Strategi tersebut diimplementasikan dalam instrumen-instrumen baru Amerika Serikat yakni pakta pertahanan seperti NATO dan SEATO yang berhadapan dengan pakta Warsawa milik Soviet.
17
Dengan adanya “Containment Policy” yang efektif mengkonter Komunisme Soviet, menegaskan bahwa pemikiran Mackinder, tidak sepenuhnya terbukti karena akan sealalu ada yang mengimbangi. Konsekuensi logis terhadap strategi tersebut yakni peningkatanan anggaran pertahanan dua blok yang semakin meningkat; tidak hany itu, persaingan dan kompetisi pun merambah pada aspek luar angkasa yang mana Soviet meluncurkan program Sputnik, sementara Amerika Serikat mengimbangi dengan proyeknya Apollo.

Geostrategi di masa mendatang. Persaingan Amerika Serikat dan Soviet merupakan perpanjangan Balance of Power (BoP) di Eropa dan Balance of Terror (BoT) sekaligus. Pertama, Instrumen Nuklir diyakini sebagai bentuk teror di seluruh dunia. BoT berkonsekuensi terhadap keamanan dan kestabilan dunia sekaligus yang mana dua blok berusaha maksimal menga agar Nuklir tersebut tidak diluncurkan mengingat kedua negara meyakini dampak destruktifnya. Upaya tersebut diimplementasikan dalam periode Detente. Kedua, perdagangan sebagai instrumen kedua stabilitas keamanan, (4) proxy wars di beberapa tempat yang diinisiasi oleh Soviet dan Amerika Serikat seperti Perang Afganistan dan Perang Viet Nam. Ketiga, melalui Strategic Arms Amerika Serikat lantas memodernisasi seluruh persenjataannya dengan teknologi paling maju. Keempat, Amerika Serikat dan Soviet menjalin persetujuan untuk sepakat mengurangi angkatan perangnya dalam Strategic Arms Reduction. Kelima, menempuh strategi Star Wars, yakni menginisiasi teknologi luar angkasa seperti satelit untuk melumpuhkan lawan di daratan.

Runtuhnya BoP di Eropa Timur menyebabkan: (1) Pecahnya Uni Soviet menjadi Rusia, negara-negara Balkan dan CIS, (2) Bubarnya Pakta Warsawa, (3) adanya Vacuum of Power di Eropa, (4) Jerman Barat dan Jerman Timur bersatu muncul sebagai kekuatan ekonomi baru di Eropa begitupula Jepang sebagai motor ekonomi di Asia, dan (5) BoP seluruh dunia, tidak hanya di Eropa saja, terancam.

Asumsi mendatang terkait hal tersebut ialah runtuhnya Soviet menyebabkan tatanan dunia menjadi Uniopolar dengan Amerika Serikat sebagai aktor tunggal. Strategi Amerika Serikat dalam menghadapi konsekuensi runtuhnya Soviet ialah meminimalisasi atau mengatasi ancaman rusaknya BoP. Salah satu strategi yang ditempuh Amerika Serikat ialah menawarkan bantuan ekonomi kepada negara-negara bekas pecahan Soviet, sekaligus menawarkan bantuan serupa kepada Rusia.
Konteks Geopolitik di masa mendatang pasca runtuhnya Soviet ialah (1) berakhirnya Perang Dingin, (2), munculnya persaiangan dan perebutan sumber daya minyak dan gas di negara-negara Balkan, (3) wilayah strategis bergesar dari Rusia ke daerah-daerah pinggirannya yang kaya akan minyak dan gas seperti Asia tengah, Negara-negara di Balkan,Georgia, dan Ukraina), hal ini menegaskan bahwa teori Heartland Mackinder tidak lagi konsisten dengan perkembangan konteks geopolitik abada 21, sehingga dapat dikatakan (4) percaturan politik Eurasi (Mackinder-Heartland) belum berubah secara total tetapi hanya parsial.

Strategi Amerika Serikat dalam menghadapi kondisi diatas ialah menjalin hubungan baik dengan negara-negara di eropa Timur, Asia Tengah, dan Balkan supaya pasokan komoditas strategis tersebut (minyak dan gas, utamanya) tetap lancar. Implementasi strategisnya terletak pada penyerangan Rusia terhadap Georgia yang mana Amerika Serikat mengungkapkan sikap tegasnya, sedangkan Uni Eropa bertindak hati-hati. Hal ini dikarenakan Uni Eropa memiliki ketergantungan akan distribusi minyak dan gas yang dikontrol Rusia sebagai distributor utama minyak, gas, dan listrik Eropa. Oleh karena itu, strategi Uni Eropa menghadapi hubungan struktural yang demikian ailaah mengupayakan agar Georgia tidak jatuh dalam rezim Rusia sekaligus menempatkan hubungan diplomatis Rusia dan Eropa tetap terjaga sebagai prioritas utama.
Hal yang perlu dipelajari dari penjelasan di atas ialah Komoditas ekonomi seringkali menjadi isu utama hubungan negara-negara seperti Eropa, Rusia, Amerika Serikat dan lainnya. Arena geopolitik baru melibatkan benturan peradaban clash of civilization terkait keberadaan komoditas minyak yang sebagian besar dimiliki oleh negara-negara Islam sehingga menmbulkan antagonisme Barat dan Amerika (Huntington dalam Fransis Sempa, 2002).
Yang menjadi Resiko dan tantangan ialah (1) Clash of Civilization menghasilkan ancaman dari terorisme dan gerakan-gerakan radikal, batas-batas keagaamaan seperti United Kingdom: Catholic Christianity, North Europeans (Protestant Christianity), Eastern Europeans (Catholic Orthodox), dan Timur Tengah (Islam and radical movement). Hal ini menimbulkan perspektif geopolitik baru yakni: (1) anti-geopolitics dalam aspek tananan dunia baru, (2) dekolonisasi, (3) gerakan non blok. Contoh manifestasi antigeopolitik ialah Gerakan Non Blok (GNB). GNB masuk menjadi forum PBB dan menghasilkan forum G-77 yang bergerak di aspek ekonomi, meskipun ideologinya ialah menyikapi arogansi negara-negara maju dan Superpower. GNB sebagai manifestasi pergerakan antigeopolitik menegaskan ide “The Power of Powerless” vis a vis superpower dan major powers. Kedua, contoh gerakan antigeopolitik ialah pengakuan terhadap munculnya aktor-aktor baru dalam BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan).
19

KESIMPULAN
Secara keseluruhan, geopolitik setelah Perang Dingin menunjukkan berkurangnya keseimbangan kekuatan di daratan Eurasia yang berpengaruh terhadap wilayah-wilayah di sekitarnya seperti Jerman di Eropa dengan peranan ekonomi dan teknologinya mendominasi Eropa, China dan Jepang sebagai dua negara yang berperan menentukan di Asia. China tidak hanya memiliki kapbilitas ekonomi untuk memaksakan pengaruhnya di negara-negara asia, juga memiliki ambisi imperial yang tidak dimiliki Jepang. Runtuhnya Soviet di Eropa Timur mengakibatkan kekosongan kekuatan (power vacuum) di Eropa. Sedangkan di China, efek berakhirnya perang dingin terhadap perubahan perimbangan kekuatan meliputi negara-negara yang terpecah dengan haluan politik yang berbeda-beda dan saling bertentangan satu sama lain, misalnya India dan China, China dan Vietnam, Pakistan dan India). Di wilayah dunia yang lain, berakhirnya Perang Dingin mewariskan pakta-pakta pertahanan seperti SEATO, NATO, dan aliansi non movement lainnya yang masih esensial hingga sekarang (Sempa, 2002).
Yang menjadi area geopolitik saat itu ialah konflik yang tercipta karena adanya benturan antara kekuatan daratan dengan kekuatan maritim. Strategi kekuatan-kekuatan tersebut terletak, pertama, pada koalisi antara sesama kekuatan maritim, dan antar sesama kekuatan daratan. Kedua¸ terletak pada usaha masing-masing untuk menyebarkan pengaruhnya dengan mengkolonisasi, menduduki, banyak daerah (ekspansi). Ketiga, melalui persaingan dan perebutan sumber daya penting dunia seperti minyak sebagai komoditas strategis. Misalnya China berhadapan dengan Amerika Serikat di wilayah Asia. AS dan China memiliki hubgungan rival antara superpower maritim dan kepentingan global dengan kepentingan dominan China sebagai kekuatan daratan dan ambisi untuk memperoleh akses laut sebesar-besarnya. Dalam aspek geopolitik mendatang, China akan menempuh strategi untuk memaksa pengaruh AS keluar dari semenanjung Korea dan Jepang serta Taiwan. (Sempa, 2002: 116).
Kata Kunci : geopolitik era kekinian, geostrategi era kekinian, geopolitik geostrategi mendatang


Guiding Question:
1. Apa yang menjadi area geopolitik baru saat itu?
2. Bagaimana tantangan Geopolitik dan geostrategi saat itu?
20
3. Bagiamana resiko atau faktor yang mempengaruhi stabilitas situasi dan kondisi saat itu?
4. Bagaimana strategi dalam arena geopolitik yang demikian?


Referensi
Huntington, Samuel P. 1993 The Clash of Civilizations? from Foreign Affairs dalam Gearoid O Tuathail, Simon Dalby dan Paul Routledge, “Geopolitics Reader”. London: Routledge., p. 159
Luttwak , edward N.. 1990. “From Geopolitics to Geo-Economics: Logic 125 of Conflict, Grammar of Commerce” from The National Interest dalam Gearoid O Tuathail, Simon Dalby dan Paul Routledge,” Geopolitics Reader”. London: Routledge., p. 125.
Sempa, Francis. 2002.. The Geopolitics of the Post-Cold War World dalam “Geopolitics, from Cold War to the 21st Century”., p. 87-102
---------.2002. Geopolitics in the Twenty-First Century dalam “Geopolitics, from Cold War to the 21st Century”., p. 109-119

Comments

Popular posts from this blog

The European Monetary Crisis Explained

Foreign Policy as A Complex Phenomenon

Dinamika Kebijakan Publik